Deteksi Dini Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktifitas


Deteksi Dini  Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktifitas

Masa anak-anak adalah masa mereka mengamati semua yang ada disekelilingnya untuk belajar, mengalami, dan tumbuh. Anak merupakan sumber daya manusia yang harus sejak dini disiapkan untuk dapat berkembang secara optimal sesuai kemampuan yang dimilikinya, namun tidak setiap anak terlahir dalam kondisi normal. Akan tetapi yang menjadi permasalahan adalah ketika anak memiliki karakter atau kepribadian yang berbeda dari anak-anak pada umumnya, anak tersebut dapat dikatakan telah memiliki gangguan jika telah memenuhi kriteria dari gangguan itu sendiri. Gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktif yang sering disebut sebagai Attention Deficit Hyperactive Disorder (ADHD) atau GPPH (Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktifitas) yaitu suatu sindrom neuropsikiatrik yang akhir-akhir ini banyak ditemukan pada anak-anak, biasanya disertai dengan gejala hiperaktif dan tingkah laku yang implusif.
Perbedaan anak attention deficit hyperactive disorder (ADHD) dengan anak normal adalah dengaan dalam hal berinteraksi dengan orang lain anak ADHD memiliki perilaku impulsif yaitu tindakan yang memiliki dorongan untuk mengatakan atau melakukan sesuatu yang tidak terkendali. Prilaku seperti ini, umumnya mereka dijauhi oleh teman-temannya. Anak ADHD memiliki cara komunikasi yang buruk, perilaku yang sangat aktif seperti tidak bisa duduk diam, cara belajar sangat lamban, terutama untuk latihan-latihan yang berkaitan dengan aktivitas sehari-hari, ketidak mampuan dalam mengontrol prilaku, dan cenderung lebih beresiko mengalami dangguan mood, kecemasan dan masalah dalam hubungan dengan teman sebayanya (Nevid, 2005). Menurut Zentall (Puspandita, 2010) menyebutkan bahwa prilaku impulsif sering kali menjadi sumber konflik antara anak dengan teman, guru, bahkan dengan administrator sekolah.
Dalam hal ini digunakan Stimulasi, Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang (SDIDTK). SDIDTK merupakan program pembinaan tumbuh kembang anak secara komprehensif dan berkualitas melalui kegiatan stimulasi, deteksi dan intervensi dini penyimpangan tumbuh kembang pada masa lima tahun pertama kehidupan, diselenggarakan dalam bentuk kemitraan antara keluarga (orang tua, pengasuh anak dan anggota keluarga lainnya), masyarakat (kader, tokoh masyarakat, organisasi profesi, lembaga swadaya masyarakat) dengan tenaga professional (kesehatan, pendidikan dan sosial).
Program Abreviated Conner Ratting Scale memiliki tujuan yaitu untuk mengetahui secara dini pada anak tentang adanya ADHD pada anak usia 36 bulan keatas. Jadwal deteksi dini ADHD pada anak prasekolah dilakukan atas indikasi atau bila ada keluhan dari orang tua atau pengasuh anak atau ada kecurigaan tenaga kesehatan, kader kesehatan, BKB, petugas PAUD, pengelola TPA dan guru TK.

A.  ADHD (Attention Deficit Hyperactive Disorder) atau GPPH (Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktifitas)
Attention deficit hyperactive disorder (ADHD) atau GPPH (Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktifitas) merupakan salah satu jenis kondisi berkebutuhan khusus yang termasuk dalam gangguan perilaku. ADHD adalah gangguan perkembangan dalam peningkatan aktivitas motorik anak sehingga menyebabkan aktivitas anak-anak yang cenderung berlebihan (Baihaqi dan Sugiarmin, 2006).
Menurut DSM-IV-TR ADHD ini ditandai dengan adanya ketidak mampuan anak dalam memberikan perhatiannya pada sesuatu yang dihadapi secara utuh, disamping itu anak ADHD mudah sekali beralih perhatiannya dari suatu aktivitas ke aktivitas yang lain. Sehingga rentang perhatiannya sangat singkat waktunya dibandingkan anak-anak lain seusianya. Beberapa perilaku yang nampak pada ADHD seperti; cenderung bertindak ceroboh, mudah tersinggung, lupa pelajaran sekolah dan tugas rumah, kesulitan mengerjakan tugas disekolah maupun dirumah, kesulitan dalam menyimak, kesulitan dalam menjalankan beberapa perintah, melamun, sering keceplosan dalam berbicara, tidak memiliki kesabaran yang tinggi, sering membuat gaduh, berbelit-belit dalam berbicara, dan suka memotong serta ikut campur pembicaraan orang lain adalah bentuk perilaku umum lainnya yang menjadi ciri khas ADHD. Selain itu mereka juga cenderung bergerak terus secara konstan dan tidak bisa tenang. Akibatnya, mereka sering kesulitan untuk belajar disekolah, mendengar dan mengikuti instruksi orangtua dan bersosialisasi dengan teman sebayanya (Flanagen, 2005; Fanu, 2006).
Kekurangan utama yang dialami anak ADHD merupakan hambatan yang mencolok antara diri mereka sendiri dan akibat yang menyertai dalam kehidupannya. Hal ini menyoroti permasalahan anak ADHD yang selalu dianggap tidak kooperatif dan sangat nakal. Anak ADHD tidak memberi respon ketika diberi pengarahan dengan cara yang sama seperti anak lain, dikarenakan kurangnya kemampuan mereka dalam berkonsentrasi dan dalam menyikapi tugas ataupun beraktifitas (Baihaqi & Sugiarmin, 2006).

ADHD menimbulkan dampak yang buruk terhadap perkembangan kognitif, emosi, dan penyesuaian diri sosial anak, sehingga menimbulkan beban psikososial yang berat di rumah, sekolah, dan keluarga (Biederman dalam Nevid, 2005). Dampak lainnya dapat berupa prestasi akademik yang rendah, kesulitan dalam makan, tidur, dan menjaga kesehatan dirinya sendiri. Menurut penelitian selama ini, penyandang ADHD merupakan suatu gangguan yang bisa mengganggu kemampuan anak dalam melakukan aktivitas yang berkaitan dengan konsentrasi dan prilaku mereka.
Ada tiga faktor yang berpengruh terhadap ADHD (Baihaqi & Sugiarmin, 2006) yaitu:
Ƙ  Faktor genetika
Beberapa penemuan yang menunjukkan peran gen-gen tertentu dalam system dopamine pada ADHD adalah menarik dan sejalan dengan model yang menyatakan, bahwa aktivitas dopaminergik yang menurun sangat berpengaruh dalam memunculkan simptom-simptom perilaku ADHD.
Ƙ  Faktor neurobiologis
Faktor ini adalah yang tidak langsung mempengaruhi atau berhubungan dengan simptom-simptom ADHD, adapun kondisi-kondisinya adalah: (a) Peristiwa paska kelahiran; (b) Keracunan kandungan timah; (c) Gangguan bahasa dan pembelajaran; (d) Menurunnya kemampuan anak ADHD pada tes neuropsikologis yang dikaitkan dengan fungsi lobus prefrontalis (Barekeley, Grodzinsky, & Paul, dalam Baihaqi & Sugiarmin, 2006).
Ƙ  Faktor diet, alergi, zat timah
Sebuah pandangan popular pada tahun 70-an dan 80-an, bahwa zat tambahan pada makanan menyebabkan anak hiperaktif dan inatentif. Adapun zat tambahan ini bisa berupa penyedap rasa tambahan, bahan pengawet, dan gula yang biasa di gunakan ibu-ibu (Baihaqi & Sugiarmin, 2006).

B.       Program Stimulasi, Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang (SDIDTK)
Stimulasi, Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang (SDIDTK), merupakan program pembinaan tumbuh kembang anak secara komprehensif dan berkualitas melalui kegiatan stimulasi, deteksi dan intervensi dini penyimpangan tumbuh kembang pada masa lima tahun pertama kehidupan, diselenggarakan dalam bentuk kemitraan antara keluarga (orang tua, pengasuh anak dan anggota keluarga lainnya), masyarakat (kader, tokoh masyarakat, organisasi profesi, lembaga swadaya masyarakat) dengan tenaga professional (kesehatan, pendidikan dan sosial)
Stimulasi adalah kegiatan merangsang kemampuan dasar anak umur 0-6 tahun agar anak tumbuh dan berkembang secara optimal. Setiap anak perlu mendapat stimulasi rutin sedini mungkin dan terus menerus pada setiap kesempatan. Stimulasi tumbuh kembang anak dilakukan oleh ibu dan ayah yang merupakan orang terdekat dengan anak, pengganti ibu/pengasuh anak, anggota keluarga lain dan kelompok masyarakat di lingkungan rumah tangga masing-masing dan dalam kehidupan sehari-hari. Kurangnya stimulasi dapat menyebabkan penyimpangan tumbuh kembang anak bahkan gangguan yang menetap. Kemampuan dasar anak yang dirangsang dengan stimulasi terarah adalah kemampuan gerak kasar, kemampuan gerak halus, kemampuan bicara dan bahasa serta kemapuan sosialisasi dan kemandirian.
Deteksi dini tumbuh kembang anak adalah kegiatan/pemeriksaan untuk menemukan secara dini adanya penyimpangan tumbuh kembang pada balita dan anak pra sekolah. Dengan ditemukan secara dini penyimpangan/masalah tumbuh kembang anak, maka intervensi akan lebih mudah dilakukan, tenaga kesehatan juga mempunyai “waktu” dalam membuat rencana tindakan/intervensi yang tepat, terutama ketika harus melibatkan ibu/keluarga. Bila penyimpangan terlambat diketahui, maka intervensinya akan lebih sulit dan hal ini akan berpengaruh pada tumbuh kembang anak.
Intervensi dini penyimpangan perkembangan adalah tindakan tertentu pada anak yang perkembangan kemampuannya menyimpang karena tidak sesuai dengan umurnya. Penyimpangan perkembangan bisa terjadi pada salah satu atau lebih kemampuan anak yaitu kemampuan gerak kasar, gerak halus, bicara dan bahasa, serta sosialisasi dan kemandirian anak.
Tujuan
1.         Tujuan Umum
Agar semua balita umur 0–5 tahun dan anak pra sekolah umur 5-6 tahun tumbuh dan berkembang secara optimal sesuai dengan potensi genetiknya
2.         Tujuan Khusus
a.       Terselenggaranya kegiatan stimulasi tumbuh kembang pada semua balita dan anak pra sekolah di wilayah kerja Puskesmas.
b.    Terselenggaranya kegiatan deteksi dini penyimpangan tumbuh kembang pada semua balita dan anak pra sekolah di wilayah kerja Puskesmas.
c.   Terselenggaranya intervensi dini pada semua balita dan anak pra sekolah dengan penyimpangan tumbuh kembang.
d.        Terselenggaranya rujukan terhadap kasus-kasus yang tidak bisa ditangani di Puskesmas.

C.      Attention Deficit Hyperactive Disorder (ADHD) Menggunakan Abreviated Conner Ratting Scale Bagi Anak Usia 36 Bulan Keatas.
Abreviated Conner Ratting Scale memiliki tujuan yaitu untuk mengetahui secara dini pada anak adanya ADHD pada anak usia 36 bulan keatas. Jadwal deteksi dini ADHD pada anak prasekolah dilakukan atas indikasi atau bila ada keluhan dari orang tua atau pengasuh anak atau ada kecurigaan tenaga kesehatan, kader kesehatan, BKB, petugas PAUD, pengelola TPA dan guru TK. Keluhan tersebut dapat berupa salah satu atau lebih keadaan di bawah ini:
Ƙ  Anak tidak bisa duduk tenang
Ƙ  Anak selalu bergerak tanpa tujuan dan tidak mengenal lelah
Ƙ  Perubahan suasana hati yang mendadak atau impulsif
Alat yang digunakan adalah formulir deteksi dini ADHD, formulir ini terdiri dari 10 pertanyaan yang ditanyakan kepada orang tua atau pengasuh anak atau guru TK dan pertanyaan yang perlu pengamatan pemeriksa.
Cara menggunakan formulir deteksi dini ADHD :
1.       Ajukan pertanyaan dengan lambat, jelas dan nyaring, satu-persatu perilaku yang tertulis pada formulir deteksi dini ADHD. Jelaskan kepada orang tua atau pengasuh anak untuk tidak ragu-ragu atau takut menjawab.
2.       Lakukan pengamatan kemampuan anak sesuai dengan pertanyaan pada formulir deteksi dini ADHD.
3.      Keadaan yang ditanyakan atau diamati ada pada anak dimanapun anak berada, misal ketika di rumah, sekolah, pasar, toko, dan lain-lain. Setiap saat dan ketika anak dengan siapa saja.
4.    Catat jawaban dan hasil pengamatan perilaku anak selama dilakukan pemeriksaan. Teliti kembali apakah semua pertanyaan telah dijawab.

Interpretasi
Beri nilai pada masing-masing jawaban sesuai dengan bobot nilai berikut ini dan jumlahkan nilai masing-masing jawaban menjadi nilai total.
Nilai 0      : jika keadaan tersebut tidak ditemukan pada anak
Nilai 1      : jika keadaan tersebut kadang-kadang ditemukan pada anak
Nilai 2      : jika keadaan tersebut sering ditemukan pada anak
Nilai 3      : jika keadaan tersebut selalu ada pada anak.

Bila nila total 13 atau lebih anak kemungkinan dengan ADHD.

No.
Kegiatan Yang Diamati
0
1
2
3
1.
Tidak kenal lelah atau aktifitas yang berlebihan (usil)




2.
Mudah menjadi gembira, impulsif (gembira berlebih)




3.
Mengganggu anak lain atau usil




4.
Gagal menyelesaikan kegiatan yang telah dimulai, tentang perhatian pendek




5.
Menggerak gerakan anggota badan atau kepala secara terus menerus




6.
Kurang perhatian, mudah teralihkan




7.
Permintaannya harus segera dipenuhi, mudah menjadi frustasi




8.
Sering dan mudah menangis




9.
Suasana hatinya mudah berubah dengan cepat dan drastic




10.
Ledakan kekesalan, tingkah laku eksplosif dan tiak terduga (mudah merusak)




Jumlah




Nilai total








DAFTAR PUSTAKA

Erinta, Deyla dan Budiani, Meita Santi (Austus 2012). Efektivitas Penerapan Terapi Permainan Sosialisasi Untuk Menurunkan Perilaku Impulsif Pada Anak Dengan Attention Deficit Hyperactive Disorder (ADHD). Jurnal Psikologi:Teori dan Terapan. 03. 67-68

Hatiningsih, Nuligar (Agustus 2013). Play Therapy Untuk Meningkatkan Konsentrasi Pada Anak Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD). Jurnal Ilmiah Psikologi Terapan. 01, 325-326.

Maritalia, Dewi. 2009. “Analisis Pelaksanaan Program Stimulasi, Deteksi Dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang (Sdidtk) Balita Dan Anak Pra Sekolah Di Puskesmas Kota Semarang Tahun 2009”. Tesis . Pascasarjana Universitas Diponegoro Semarang




Komentar