Pendidikan Kerakter Bagi Generasi Muda dalam Menjawab Tantangan di Era Globalisasi
Generasi muda adalah generasi yang penuh semangat, generasi yang akan mewujudkan cita-cita dan harapan bangsa Indonesia. Sangat penting bagi generasi muda untuk mendapatkan pendidikan yang tentunya merupakan faktor utama dalam membangun kehidupan suatu bangsa untuk menjadi lebih baik.
Menurut @UNICEFIndonesia dalam kutipannya menyatakan “Pendidikan adalah solusi bagi anak-anak (generasi muda) untuk keluar dari kemiskinan dan merupakan salah satu jalan menuju masa depan yang menjanjikan”.
Menurut Nila Tanzil dalam bukunya yang berjudul the art of Giving back “I’m always a big believer that education is one of the kay factors to change the world. If we want to see our country to develop, it has to start by providing good education to everyone. And if we want to change something in the future, it has to start with the kids. We have to be able to provide good education to the kids in Indonesia (Tanzil, 2018). Begitu pentingnya Pendidikan bagi generasi muda dalam membangun suatu bangsa dalam merubah perspektif dunia.
Saat ini Indonesia telah memasuki era globalisasi, yaitu suatu proses dimana tatanan masyarakat tidak mengenal batas baik waktu maupun wilayah. Globalisasi terjadi pada semua bidang kehidupan seperti bidang ekonomi, politik, hukum dan terutama pada bidang Pendidikan.
Perkembangan dunia pendidikan di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari pengaruh perkembangan globalisasi, di mana ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang pesat. Era pasar bebas juga merupakan tantangan bagi dunia pendidikan Indonesia, karena terbuka peluang lembaga pendidikan dan tenaga pendidik dari mancanegara masuk ke Indonesia. Untuk menghadapi pasar global maka kebijakan pendidikan nasional harus dapat meningkatkan mutu pendidikan, baik akademik maupun non-akademik, dan memperbaiki manajemen pendidikan agar lebih produktif dan efisien serta memberikan akses seluas-luasnya bagi masyarakat untuk mendapatkan pendidikan.
Perkembangan teknologi merupakan salah satu tanda terjadinya era globalisasi. Teknologi merubah pola pengajaran pada dunia pendidikan di Indonesia. Pengajaran ini berubah menjadi pengajaran yang berbasis teknologi baru seperti penggunaan internet, computer/laptop, dan gadget. Hal ini bisa menjadi dampak positif yang ditimbulkan dari era globalisasi, malaui media internet dimana segala sumber informasi dapat diakses dengan mudah dalam mengembangkan pengetahuan bagi generasi muda. Selain itu berkembangnya teknologi memudahkan generasi muda dalam proses belajar mengajar seperti penggunaan computer/laptop maupun gadget.
Disamping dampak positif yang ditimbulkan pada era globalisasi, terapat dampak negatif yang ditimbulkan dari era ini. Menurut salim (2014) Dalam dunia maya selain sebagai sarana untuk mengakses informasi dengan mudah juga dapat memberikan dampak negatif bagi siswa. Terdapat pula, Aneka macam materi yang berpengaruh negatif bertebaran di internet. Misalnya: pornografi, kebencian, rasisme, kejahatan, kekerasan, dan sejenisnya. Berita yang bersifat pelecehan seperti pedafolia, dan pelecehan seksual pun mudah diakses oleh siapa pun, termasuk siswa. Barang-barang seperti viagra, alkhol, narkoba banyak ditawarkan melalui internet.
Selain itu terjadi ketergantungan pada mesin-mesin penggerak globalisasi seperti computer dan internet dapat menyebabkan kecanduan pada diri siswa ataupun guru. Sehingga guru ataupun siswa terkesan tak bersemangat dalam proses belajar mengajar tanpa bantuan alat-alat tersebut (Salim, 2014).
Tantangan yang harus dihadapi pada dunia pendidikan di Indonesia terhadap berkembangnya era globalisasi yaitu sekolah atau Lembaga Pendidikan harus mampu mencetak generasi muda yang berkualitas sesuai dengan tuntutan pada era globalisi.
Di era globalisasi bukan pendidikan biasa-biasa saja yang seharusnya diterima generasi muda, tatapi pendidikan karakter diperlukan dalam merubah sudut pandang mereka. Abdullah Munir dikutip oleh Sukiniarti (2010) menyatakan bahwa karakter merupakan sebuah pola, baik itu pikiran, sikap, maupun tindakan, yang melekat pada diri seseorang dengan sangat kuat dan sulit dihilangkan disebut sebagai karakter.
Dalam Undang-undang (UU) No. 20, tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 3 dinyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Citra, 2012).
Muslich Masnur dan Lickona dikutip oleh Citra (2012) menyatakan bahwa dalam pendidikan karakter “menekankan pentingnya tiga komponen karakter yang baik (components of good character), yaitu moral knowing atau pengetahuan tentang moral, moral feeling atau perasaan tentang moral, dan moral action atau perbuatan moral”. Hal ini diperlukan agar anak mampu memahami, merasakan dan mengerjakan sekaligus nilai-nilai kebijakan. Pendidikan karakter adalah pendidikan budi pekerti plus, yaitu yang melibatkan aspek pengetahuan (cognitive), perasaan (feeling), dan tindakan (action). Tanpa ketiga aspek ini, maka pendidikan karakter tidak akan efektif. Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa (YME), diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia insan kamil.
Michele Borba menawarkan pola atau model untuk pembudayaan karakter mulia. Ia menggunakan istilah “membangun kecerdasan moral”. Dalam bukunya, Building Moral Intelligence: The Seven Essential Vitues That Kids to Do The Right Thing (2008) (Membangun Kecerdasan Moral: Tujuh Kebajikan Utama Agar Anak Bermoral Tinggi, 2008), Borba menguraikan berbagai cara untuk membangun kecerdasan moral. Menurut Borba (2008: 4) kecerdasan moral adalah kemampuan seseorang untuk memahami hal yang benar dan yang salah, yakni memiliki keyakinan etika yang kuat dan bertindak berdasarkan keyakinan tersebut, sehingga ia bersikap benar dan terhormat. Borba menawarkan cara untuk menumbuhkan karakter yang baik dalam diri anak, yakni dengan menanamkan tujuh kebajikan utama (karakter mulia): empati, hati nurani, kontrol diri, rasa hormat, kebaikan hati, toleransi, dan keadilan. Ketujuh macam kebajikan inilah yang dapat membentuk manusia berkualitas di mana pun dan kapan pun.
1. Empati merupakan inti emosi moral yang membantu anak memahami perasaan orang lain. Kebajikan ini membuatnya menjadi peka terhadap kebutuhan dan perasaan orang lain, mendorongnya menolong orang yang kesusahan atau kesakitan, serta menuntutnya memperlakukan orang dengan kasih sayang.
2. Hati nurani adalah suara hati yang membantu anak memilih jalan yang benar daripada jalan yang salah serta tetap berada di jalur yang bermoral; membuat dirinya merasa bersalah ketika menyimpang dari jalur yang semestinya.
3. Kontrol diri dapat membantu anak menahan dorongan dari dalam dirinya dan berpikir sebelum bertindak, sehingga ia melakukan hal yang benar, dan kecil kemungkinan mengambil tindakan yang berakibat buruk. Kebajikan ini membantu anak menjadi mandiri karena ia tahu bahwa dirinya bisa mengendalikan tindakannya sendiri. Sifat ini membangkitkan sikap moral dan baik hati karena ia mampu menyingkirkan keinginan memuaskan diri serta merangsang kesadaran mementingkan keperluan orang lain.
4. Rasa hormat mendorong anak bersikap baik dan menghormati orang lain. Kebajikan ini mengarahkannya memperlakukan orang lain sebagaimana ia ingin orang lain memperlakukan dirinya, sehingga mencegahnya bertindak kasar, tidak adil, dan bersikap memusuhi. Dengan ini ia akan memerhatikan hak-hak serta perasaan orang lain.
5. Kebaikan hati membantu anak menunjukkan kepeduliannya terhadap kesejahteraan dan perasaan orang lain. Dengan mengembangkan kebajikan ini, ia lebih berbelas kasih terhadap orang lain dan tidak memikirkan diri sendiri, serta menyadari perbuatan baik sebagai tindakan yang benar.
6. Toleransi membuat anak mampu menghargai perbedaan kualitas dalam diri orang lain, membuka diri terhadap pandangan dan keyakinan baru, dan menghargai orang lain tanpa membedakan suku, gender, penampilan, budaya, agama, kepercayaan, kemapuan, atau orientasi seksual. Dengan toleransi ia akan memperlakukan orang lain dengan baik dan penuh pengertian, menentang permusuhan, kekejaman, kefanatikan, serta menghargai orang-orang berdasarkan karakter merea.
7. Keadilan menuntun anak agar memperlakukan orang lain dengan baik, tidak memihak, dan adil, sehingga ia mematuhi aturan, mau bergiliran dan berbagi, serta mendengar semua pihak secara terbuka sebelum memberi penilaian apa pun. Ia juga terdorong untuk membela orang lain yang diperlakukan tidak adil dan menuntut agar setiap orang diperlakukan setara (Borba, 2008: 7-8).
Tujuh kebajikan itu menjadi pola dasar dalam membentuk karakter (akhlak mulia) dan sisi kemanusiaannya hingga sepanjang hidup ia akan menggunakannya. Untuk mendasari itu semua perlu terlebih dahulu diajarkan berbagai nilai kebajikan yang harus direalisasikan dalam perilaku nyata oleh setiap manusia dalam kehidupannya sehari-hari. Dengan demikian, seseorang akan mendapatkan kualitas sebagai insan kamil, insan yang berakhlak mulia, atau dengan istilah Michele Borba disebut manusia yang memiliki kecerdasan moral.
Dalam dunia pendidikan, para guru dan perancang pembelajaran dalam mengembangkan strategi pembelajaran moral perlu mengupayakan peningkatan kemampuan siswa yang berkaitan dengan pendidikan budipekerti, misalnya melalui pemberian tugas, diskusi kelompok, atau bermain peran. Guru sebaiknya menanggapi dengan serius segala persoalan tentang pendidikan budipekerti dalam bentuk apapun, agar merangsang proses pemikiran mereka tentang pentingnya pendidikan budipekerti. Salah satu upaya untuk mengatasi masalah-masalah dalam pendidikan budipekerti di kalangan generasi muda adalah mengembangkan teori-teori dan model-model atau strategi pembelajaran budipekerti yang berpijak pada karakteristik siswa dan budaya setempat. Hal ini akan memudahkan pemahaman siswa terhadap kualitas moral seseorang, karena karakteristik siswa merupakan kemampuan awal yang telah dimiliki siswa untuk kepentingan pembelajaran pendidikan budipekerti termasuk dan tindakan Pendidikan budipekerti yang tercermin pada peran sosialnya.
Selain itu untuk menumbuhkan pendidikan budipekerti pada anak, orang tua perlu mengenalkan pada mereka sikap-sikap dalam pengembangan karakter dan budipekerti yang baik. Usaha menumbuhkan karakter positif pada anak dapat dimulai sedini mungkin, misalnya melalui mendongeng atau sebagai role model dengan menunjukan karakter yang positif pada anak dan anak mampu mengikutinya.
Melaui pendidikan karakter diharapkan generasi muda memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk berpartisipasi dan benkontribusi secara penuh pada pembangunan yang berkelanjutan. Selain itu, melaui pendidikan kerakter generasi muda dapat menjawab tantangan-tantangan yang terdapat pada era globalisasi.
DAFTAR PUSTAKA
@UNICEFIndonesia. (2019). Hari Pendidikan Internasional. Twitter. Diakses pada 22 Januari 2019.
Borba, Michele. (2008). Membangun Kecerdasan Moral: Tujuh Kebajikan Utama Agar Anak Bermoral Tinggi. Terj. oleh Lina Jusuf. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama
Citra, Yulia. (2012). PELAKSANAAN PENDIDIKAN KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN. Univeraitas Negeri Padang.
Salim, Kalbin. (2014). PENGARUH GLOBALISASI TERHADAP DUNIA PENDIDIKAN. Universiti Teknologi Malaysia.
Tanzil, Nila (2018). The Art of Giving Back. Yogyakarta. PT Bentang Pustaka.
Komentar
Posting Komentar